Halo semua kembali bersama Herozdev Studio, kali ini kita akan membahas sebuah inovasi internetan hanya dengan menggunakan cahaya lampu atau disebut juga sebagai Li-Fi.
Siapa yang tidak membutuhkan Internet? Saya rasa hampir semuanya membutuhkan adanya internet untuk mengakses media informasi dan komunikasi. Kita sudah mengenal adanya Wi-Fi, yaitu jaringan nirkabel atau wireless yang bersifat luas untuk mengakses internet kapanpun dimanapun. Apalagi jika berada di wilayah dengan free Wi-Fi, saya pun pasti berada disana hehe.
Li-Fi, atau bisa juga disebut Light Fidelity inovasi ini dibicarakan bisa menghasilkan jaringan internet wireless dengan berbasis cahaya dari lampu. Tidak diperlukan router atau alat penghubung lainnya seperti fiber optic untuk mendapatkan jaringan internet. Kini, hanya bermodalkan bola lampu kamu bisa internet dimanapun dan kapanpun. Dan bahkan kecepatannya melebihi kecepatan Wi-Fi.
Li-Fi ditemukan dan sudah dipatenkan oleh Prof. Herald Hass dari University of Edinburgh. Prof. Hass sendiri mempunyai ide bahwa sorotan cahaya lampu bisa menjadi media komunikasi semacam sandi morse versi modern. Proses pengiriman data melalui media cahaya lampu ini disebut Visible Light Communication (VLC). Berbeda dengan Wi-Fi, yang mengandalkan alat-alat infrastruktur seperti tower radio dan jaringan Fiber Optic. VLC bisa dibangun hanya dengan melakukan transmisi antara bola-bola lampu yang sudah banyak terpasang dimana-mana.
Gimana caranya?
Dengan peralatan tertentu, gelombang atau sinyal dari cahaya nantinya bisa digunakan untuk membawa informasi.
Cara kerja dari Li-Fi tidak jauh berbeda dengan Wi-Fi, hanya saja Li-Fi menggunakan sumber cahaya sebagai media transfer data. Dua sumber cahaya saling mendeteksi melalui sensor yang terletak di ujung perangkat Li-Fi. Nantinya, perangkat yang lain akan mendeteksi dan mengartikan sebagai biner 1 ketika cahaya lampu LED menyala.
Dalam proses pengiriman data, Li-Fi sangat mengandalkan sumber cahaya sebagai media jaringan. Oleh karena itu, Prof. Hass justru meyakini bahwa Li-Fi akan dengan mudah diadopsi dan digunakan karena tidak memerlukan banyak infrastruktur. Kekurangan dari inovasi ini ialah saat cahaya lampu minim, maka kinerja jaringan dan kecepatan akan terganggu dan berjalan lambat.
Selain minim infrastruktur, hebatnya Li-Fi bisa memiliki kecepatan data berkali-kali lipat dibanding Wi-Fi dikarenakan spektrum cahaya lebih besar dari spektrum frekuensi radio.
Teknologi ini diprediksi mampu mentransfer data dengan kecepatan hingga 100 Gbps. Pemerintah China pernah melakukan uji coba Li-Fi untuk mengunduh film, hasilnya sangat fantastis hanya dengan memakan waktu 0,3 detik saja. Jauh lebih cepat dari jaringan Wi-Fi 4G ataupun 5G yang sedang dikembangkan saat ini.
Selain mengurangi polusi elektromagnetik yang dihasilkan oleh gelombang radio, tentunya kecepatan berselancar di dunia maya dengan Li-Fi merupakan alternatif baru yang pantas dicoba. Akses ber-internet-ria makin dipermudah bahkan di wilayah terpencil sekalipun yang tidak bisa dijangkau oleh kabel optik.
Karena sangat bergantung pada sorotan cahaya, para kritiknya mengkhawatirkan konektivitas Li-Fi yang berarti akan langsung terputus begitu terkena objek yang tidak tembus cahaya. Padahal banyak objek yang tidak tembus cahaya, seperti tembok, pilar, lemari, dan lain sebagainya. Li-Fi juga tidak bisa digunakan di luar ruangan karena terkena sinar matahari langsung. Tetapi penemunya sendiri, Prof. Hass, sebenarnya juga menyatakan bahwa Li-Fi tidak bisa dan tidak seharusnya dipandang sebagai pengganti Wi-Fi. Hanya pelengkap atau alternatif saja ketika jaringan Wi-Fi sudah semakin penuh sesak.
Bagaimana? Ingin mencoba teknologi Li-Fi dirumahmu atau dikantor?
Adios. Happy Coding.
Sumber : Hipwee
...
0 Comments:
Posting Komentar